Warga Kelurahan Gayam, Mojoroto menegaskan penolakan terhadap penilaian harga tanah terdampak proyek Tol Kediri-Tulungagung. Mereka menilai nilai yang ditawarkan terlalu rendah, tidak mencukupi untuk membeli tanah di lokasi yang sebanding.
Alasan penolakan tidak hanya terletak pada nilai yang dianggap tidak adil, tetapi juga perbedaan harga yang jauh dengan harga pasaran di daerah tersebut.
Mengapa Warga Kelurahan Gayam Tolak Penilaian Harga Tanah Tol?
Penolakan terhadap penilaian harga tanah yang terdampak oleh proyek Tol Kediri-Tulungagung di Kelurahan Gayam, Mojoroto semakin meluas. Sejumlah kepala keluarga (KK) dengan tegas menolak melepaskan tanah mereka dengan harga yang ditawarkan karena dianggap terlalu rendah.
Mereka berpandangan bahwa nilai penawaran tidak mencukupi untuk membeli tanah di lokasi yang sebanding.
“Masyarakat resah. Kemarin kami bersepakat untuk menolak penilaian karena terlalu rendah,” ujar Nur Kholis, salah satu warga yang terdampak.
Dia memberi contoh bahwa harga tanah kategori sawah hanya dinilai sebesar Rp 1,3 juta per meter. Sementara untuk tanah pekarangan dan rumah, dinilai sekitar Rp 2,2 juta per meter. “Kemarin saat rapat juga ada yang protes mengapa harganya disamakan dengan di Manyaran (Desa Manyaran, Kecamatan Banyakan, Red). Dan ternyata itu benar,” katanya, mengecam penilaian harga tanah di Kota Kediri yang disamakan dengan daerah kabupaten. Padahal, harga tanah di Gayam seharusnya lebih tinggi mengingat kondisi geografisnya.
Nur Kholis juga menekankan bahwa lokasi tanah terdampak di Gayam memiliki keunggulan karena berada di wilayah Kota Kediri yang dekat dengan Universitas Brawijaya, pondok pesantren, dan SMP negeri. “Aksesnya juga sangat baik,” tambahnya.
Namun, penolakan terhadap penilaian tidak hanya karena faktor nilai yang ditawarkan, tetapi juga karena harga yang dihasilkan jauh di bawah harga pasaran di daerah tersebut. Menurut Nur Kholis, harga jual beli terbaru mencapai Rp 31 juta per ru, sedangkan tanah yang terdampak tol hanya dinilai sekitar Rp 18 juta per ru, meskipun lokasinya hanya berjarak sekitar 200 meter dari rumah-rumah yang terdampak tol.
“Walaupun masuknya wilayah Kelurahan Mrican, tetapi lokasinya berbatasan dengan desa kami. Di situ harganya Rp 31 juta per ru. Kenapa kami hanya dinilai Rp 18 juta per ru untuk tanah pekarangan,” keluhnya, sambil menyoroti bahwa nilai taksiran dari KJPP tidak sesuai dengan harapan warga.
Melihat banyaknya penolakan, Nur Kholis berpendapat bahwa transaksi jual beli dapat batal secara hukum karena tidak memenuhi akad jual beli, baik menurut hukum Islam maupun perdata. “Ini hanya satu pihak yang menetapkan. Menurut hukum agama, harus ada kesepakatan jual beli yang saling ridha tanpa ada unsur pemaksaan,” ungkapnya, sebagai tokoh masyarakat setempat.
Penolakan Harga Tanah Terdampak Tol: Analisis dan Dampaknya
Hari Trianto, warga lain yang terdampak, khawatir dengan biaya relokasi yang harus dia tanggung. Dengan nilai penawaran yang diberikan, menurutnya akan sulit untuk memenuhi kebutuhan dana dalam membangun rumah di lahan baru.
Pasalnya, tanah yang terkena dampak tol merupakan bagian dari tanah warisan yang masih harus dibagi dengan dua saudara lainnya.
“Bagaimana bisa membeli (tanah) baru? Kami bahkan belum membangun rumah. Itu yang harus dipikirkan. Dia harus pindah dari situ, padahal belum bisa membangun rumah baru. Membeli tanah baru pun tidak bisa karena ini tanah warisan,” keluhnya.
Di sisi lain, Kasi Pengadaan Tanah dan Pengembangan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Kediri, Tutur Pamuji, menyatakan bahwa pihaknya tidak mempermasalahkan penolakan yang dilakukan oleh warga terhadap nilai penilaian. Menurutnya, hal tersebut merupakan hak dari warga dalam menanggapi nilai yang ditetapkan oleh pihak independen.
“Tidak masalah. Karena warga memiliki haknya sendiri. Jika mereka merasa tidak setuju dengan nilai yang diberikan, mereka bisa langsung ke KJPP. KJPP juga memiliki prosedur penilaian sendiri,” jelas Tutur.
Tutur menegaskan bahwa nilai penilaian masih dapat berubah di masa mendatang, terutama jika ada aspek yang belum dipertimbangkan dalam daftar nominatif.
Sebagai informasi tambahan, proses pembebasan tanah untuk Tol Kediri Tulungagung di ruas Kota Kediri-Bandara Dhoho terus berlanjut. Pekan ini, pembayaran uang ganti rugi (UGR) dijadwalkan akan dilakukan di Kelurahan Gayam.
Sebelumnya, tim pengadaan tanah (TPT) dan BPN Kota Kediri telah memproses pengadaan tanah di Kelurahan Semampir dan Kelurahan Mojoroto.
Dari total 37 pemilik tanah di Kelurahan Gayam, Mojoroto, sebanyak 15 orang telah menyetujui harga yang ditawarkan. Sementara 22 lainnya masih menolak harga yang diajukan. Untuk yang menyetujui, pembayaran ganti rugi akan dilaksanakan dalam pekan ini.
Penolakan terhadap Penilaian Harga Tanah Terdampak Tol Kediri-Tulungagung: Mengapa Warga Kelurahan Gayam, Mojoroto Menolak Appraisal?
Sementara pihak BPN Kota Kediri, melalui Kasi Pengadaan Tanahnya, menyatakan bahwa penolakan warga terhadap penilaian tidak menjadi masalah besar. Mereka memberikan warga kebebasan untuk membantah nilai yang telah ditetapkan oleh pihak independen tersebut.
Namun, penilaian yang rendah tersebut bisa berpotensi memicu batalnya transaksi jual beli secara hukum karena tidak memenuhi akad jual beli yang diatur baik menurut hukum agama maupun perdata.