Example floating
Example floating
Hukum KriminalKediri

Pasangan Muda Gugurkan Kandungan di Kediri!

×

Pasangan Muda Gugurkan Kandungan di Kediri!

Sebarkan artikel ini
Pasangan Muda Gugurkan Kandungan di Kediri!
Pasangan Muda Gugurkan Kandungan di Kediri!

MEMO kediri

Kisah tragis aborsi di Kabupaten Kediri menghebohkan setelah seorang ayah tiri menemukan jenazah bayi di belakang rumahnya. Pasangan muda, Feri Dwi Prasetyo dan Dewi Permata Sari, terlibat dalam kontroversi setelah mengakui perbuatan aborsi yang dilakukan karena kehamilan tak diinginkan. Simak kronologinya dan hukuman yang dihadapi dalam berita ini.

Kronologi & Motif Pasangan Kediri yang Terlibat Kasus Aborsi

Sebuah pasangan kekasih dari Kabupaten Kediri terlibat dalam masalah hukum karena melakukan aborsi yang mengakibatkan keguguran. Jenazah bayi yang dihasilkan dari aborsi tersebut kemudian dimakamkan di belakang rumah mereka.

Pasangan tersebut terdiri dari Feri Dwi Prasetyo (21 tahun) yang berasal dari Desa Pule, Kecamatan Kandat, dan Dewi Permata Sari (22 tahun) yang berasal dari Desa Gadungan, Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri.

Kasus aborsi ini terkuak setelah kecurigaan Mujianto, ayah tiri Dewi, yang menemukan tanah yang tergali di samping rumah mereka. Setelah tanah tersebut digali, ternyata ditemukan jenazah bayi di dalamnya.

Penemuan ini kemudian dilaporkan kepada polisi, yang kemudian melakukan penyelidikan dan mengamankan serta memeriksa Dewi dan pacarnya, Feri, yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka.

“Anggota kepolisian telah berhasil mengungkap pelaku dan motifnya melalui penyelidikan,” kata Kapolres Kediri AKBP Bimo Ariyanto pada Kamis, 7 Maret 2024.

Kasat Reskrim Polres Kediri AKP Fauzy menjelaskan bahwa aborsi yang dilakukan oleh kedua tersangka ini terjadi pada pertengahan bulan Februari 2024. Saat itu, Dewi memberitahu Feri bahwa dia sedang hamil.

Karena malu dan terkendala oleh rencana pernikahan ibu Feri, mereka berdua sepakat untuk melakukan aborsi saat usia kehamilan Dewi sekitar 5 bulan.

“Mereka merasa malu dan khawatir kandungannya akan diketahui oleh orang lain, dan juga merasa sayang kepada ibu Feri yang akan menikah, jadi mereka setuju untuk melakukan aborsi demi kebaikan ibu Feri,” jelas Fauzy.

Dampak Sosial & Konsekuensi Hukum dari Tindakan Aborsi Ilegal

Setelah perjanjian untuk melakukan aborsi, Dewi membeli obat penggugur kandungan seharga Rp 1,9 juta pada tanggal 29 Februari 2024 melalui pembelian online. Setelah obat tersebut tiba di rumah, Dewi mengonsumsinya secara bertahap, dan pada tanggal 4 Maret 2024, janin yang dikandungnya akhirnya keluar. Janin tersebut kemudian ditemukan dan dilaporkan kepada polisi.

“Mereka merencanakan tindakan aborsi ini dengan matang, termasuk membeli obat secara online dan menyewa kamar kos untuk proses aborsi. Setelah janin keluar, mereka membawanya dan menguburkannya di samping rumah Dewi, yang kemudian diketahui oleh ayah tirinya,” tambah Fauzy.

Pada tanggal 5 Maret 2024, petugas berhasil mengamankan Feri di tempat kerjanya, sementara Dewi diamankan di rumahnya. Kedua tersangka mengakui perbuatan aborsi tersebut ketika dihadapkan pada penyidik.

Akibat perbuatannya, pasangan tersebut dijerat dengan Pasal 80 ayat (3) jo Pasal 76C dan Pasal 77A ayat (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman penjara maksimal selama 15 tahun.

Kisah Aborsi di Kabupaten Kediri: Pasangan Terlibat Kasus Kehamilan Tak Diinginkan

Kisah pasangan muda ini memberikan gambaran yang menyedihkan tentang dampak dari kehamilan tak diinginkan dan tekanan sosial yang mereka rasakan. Terlibat dalam praktik aborsi ilegal, Feri dan Dewi harus menghadapi konsekuensi hukum berat.

Perlu diambil pelajaran bahwa penanganan yang lebih bijaksana terhadap kehamilan yang tak diinginkan, seperti konseling dan akses terhadap layanan kesehatan reproduksi yang aman dan legal, dapat mencegah tragedi semacam ini terjadi.

Semua pihak, baik keluarga maupun masyarakat, harus bersama-sama memastikan bahwa remaja memiliki pengetahuan dan akses terhadap informasi yang akurat tentang seksualitas dan reproduksi, serta dukungan untuk membuat keputusan yang bertanggung jawab.

Dengan demikian, diharapkan kasus serupa dapat diminimalisir, dan hak serta kesejahteraan anak-anak dapat terlindungi dengan lebih baik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *