Kediri, Memo
Kejaksaan Negeri Kabupaten Kediri menuntut Agus Arifin, terdakwa kasus sangkaan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) pada istrinya, Sundari dengan hukuman sepanjang tujuh bulan penjara, dalam sidang kelanjutan di Pengadilan Negeri di tempat, pada Selasa (24/5/2022). Pria dari Dusun Ketawang, Kecamatan Purwoasri, Kabupaten Kediri itu dipandang Jaksa Penuntut Umum (JPU) sudah bisa dibuktikan menyalahi Undang-Undang KDRT.
Tuntutan itu dibacakan oleh JPU, Joko Pramudhiyanto di depan Ketua Majelis Hakim Rudita Setya Hermawan. Dalam pada itu, dalam sidang yang diadakan secara online ini, tersangka yang ada di rumah tahanan ditemani oleh team kuasa hukumnya.
“Terdakwa Agus Arifin bisa dibuktikan dengan cara sah dan memberikan keyakinan menyalahi pasal 44 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 mengenai Penghapusan Tindak Pidana KDRT. Oleh karenanya, kejaksaan menuntut sepanjang tujuh bulan dan tanda bukti sebuah HP dibalikkan ke saksi Sundari,” sebut Joko Pramudhiyanto.
Menyikapi tuntutan JPU itu, penasehat hukum tersangka, Sutrisno menjelaskan, akan lakukan pembelaan pada client-nya. “Saya akan ajukan pledoi secara tercatat yang mulia,” jawab Sutrisno.
Majelis hakim juga selanjutnya memilih untuk tunda sidang sampai, Kamis 2 Juni 2022 kedepan, dengan jadwal pembelaan atau pledoi. Sidang pada akhirnya ditutup dengan pemukulan palu oleh ketua majelis hakim.
Selesai persidangan, Sutrisno menjelaskan, dalam pledoinya akan minta majelis hakim untuk mengetes kembali. Karena, dengan menyaksikan bukti-bukti yang berada di sejauh persidangan, menurut dia, tuntutan tujuh bulan penjara terlampau tinggi untuk client-nya.
“Tuntutan tujuh bulan penjara dari penilaian kami, perlu diuji. Menurut saya, pasal itu terhitung pidana enteng. Dari kami akan sampaikan pledoi dengan menjelaskan bukti-bukti di persidangan dan hal yang memudahkan saudara tersangka,” jelasnya.
Sutrisno meneruskan, urutan peristiwa versi tersangka sedikit berlainan dari pihak korban. Kejadian yang terjadi akhir Desember 2021 lalu, sekitaran jam 18.00 WIB itu diawali dari korban (Sundari) yang ada di muka rumah, terima telepon dari saudaranya. Dalam perbincangan lewat pesawat telepon itu, tersangka berasa dijelekkan oleh istrinya.
“Pihak pelapor lakukan telepon ke sudara yang pokoknya menjelek-jelekan tersangka. Karena sore hari, mendekati magrib, oleh tersangka diminta stop, didengarkan seseorang, kurang enak. Pada akhirnya muncul kejadian untuk merampas HP. Berdasarkan penjelasan tersangka, tanpa sengaja tangannya berkenaan muka terlapor,” jlentreh Sutrisno.
Dan korban akui, sesudah suaminya merampas paksa handphone, selanjutnya lakukan pemukulan padanya. Bahkan juga, tindakan kasar mengarah pada kontak fisik itu bukan hanya terjadi sekali, tetapi seringkali di saat berlainan. Maka dari itu, korban tidak ikhlas, bila terdakwa cuma dituntut sepanjang tujuh bulan penjara, karena dipandang terlampau enteng.
“Semestinya terdakwa dintutut semakin tinggi dari tujuh bulan penjara dan dijatuhi hukuman berat. Jika cuma tujuh bulan, tidak lama telah bebas,” kata Sundari selesai ikuti persidangan di Ruangan Cakra PN Kabupaten Kediri itu. Ibu dua anak ini terlihat masih kecewa dan mengharap majelis hakim jatuhkan vonis lebih tinggi dari tuntutan jaksa.