MEMO Kediri – Bupati Kediri, Jawa Timur, Hanindhito Himawan Pramana, mengungkapkan penyebab mengejutkan di balik kelangkaan elpiji 3 kilogram atau elpiji subsidi yang sedang terjadi di wilayahnya. Dalam pengamatannya, beliau menemukan bahwa kelangkaan tersebut disebabkan oleh penggunaan elpiji yang tidak sesuai peruntukannya, terutama di sektor peternakan. Namun, solusi yang diusulkan oleh Bupati untuk mengatasi masalah ini cukup mengejutkan. Yuk, simak selengkapnya!
Bupati Kediri Temukan Alasan Tak Terduga di Balik Krisis Elpiji
Bupati Kediri, Jawa Timur, Hanindhito Himawan Pramana, meyakini bahwa kelangkaan elpiji 3 kilogram atau elpiji subsidi di wilayahnya disebabkan oleh penggunaan yang tidak sesuai peruntukannya.
Dalam pengamatannya, Bupati Kabupaten Kediri tidak menemukan masalah dalam rantai distribusi elpiji dari agen ke pangkalan.
“Banyak tabung elpiji 3 kilogram digunakan tidak sesuai peruntukkannya, salah satunya adalah penggunaan di sektor peternakan,” ujar Bupati yang akrab disapa Mas Dito dalam rilis Pemerintah Kabupaten Kediri pada Rabu (26/7/2023).
Sektor peternakan sebenarnya termasuk dalam daftar yang dilarang menggunakan elpiji 3 kilogram sesuai dengan Surat Edaran Dirjen Migas No. B-2461/MG.05/DJM/2022. Daftar tersebut melarang restoran, hotel, usaha binatu, usaha batik, usaha tani tembakau, usaha jasa las, usaha peternakan, dan usaha pertanian (diluar ketentuan Perpres No.38 tahun 2019 dan yang belum dikonversi) menggunakan elpiji subsidi.
Penggunaan elpiji di sektor peternakan sangat besar sehingga Bupati berencana untuk mengundang para peternak dan menyosialisasikan aturan penggunaan elpiji subsidi kepada mereka.
Sebagai solusi awal, Mas Dito berencana bekerja sama dengan himpunan pengusaha minyak bumi dan gas (migas) untuk meminjamkan tabung gas non-subsidi kepada para peternak.
“Dengan peminjaman tabung (non-subsidi), para peternak dapat mengisinya sendiri,” ungkap Mas Dito.
Dengan langkah ini, tabung gas elpiji subsidi dari para peternak dapat ditarik kembali untuk digunakan oleh masyarakat penerima subsidi.
Selain masalah penggunaan yang tidak sesuai peruntukan, Bupati yang baru menjabat ini juga menambahkan bahwa kelangkaan elpiji subsidi juga dipengaruhi oleh adanya musim hajatan di masyarakat.
Selain itu, beberapa kali hari libur nasional yang bersamaan juga membuat distribusi elpiji di tingkat pangkalan berhenti sementara.
Tentang aturan penggunaan kartu identitas saat membeli elpiji subsidi, Bupati menjelaskan bahwa langkah tersebut diambil untuk memastikan subsidi diberikan kepada orang yang tepat.
“Langkah ini adalah untuk mengontrol siapa yang menggunakan elpiji subsidi ini. Untuk sementara, aturan ini diberlakukan,” jelas putra politisi Pramono Anung tersebut.
Tabung Elpiji Subsidi di Kediri Digunakan untuk Hal Tak Terduga!
Dalam siaran pers tersebut, Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Kabupaten Kediri mencatat bahwa sebanyak 198 peternak ayam broiler di wilayah tersebut menggunakan elpiji subsidi sebagai sumber pemanas untuk ayam saat berusia 1-10 hari.
Namun, dalam satu periode pemeliharaan ayam broiler, peternak tersebut membutuhkan sekitar 9900 tabung elpiji.
“Jika dalam setahun ada 2 sampai 3 periode, tinggal mengalikan saja. Itu sudah sangat banyak,” ujar Pelaksana tugas Kepala DKPP Kabupaten Kediri, Tutik Purwaningsih.
Karena itu, pihaknya akan segera menyosialisasikan rencana Bupati tersebut dengan mengumpulkan para peternak agar segera beralih dari elpiji subsidi ke non-subsidi.
Kelangkaan Elpiji Subsidi di Kediri: Ternyata Ada Rahasia di Baliknya!
Sektor peternakan di Kabupaten Kediri ternyata menjadi salah satu penyebab kelangkaan elpiji subsidi. Banyak peternak ayam broiler yang menggunakan elpiji subsidi sebagai sumber pemanas untuk ayam berusia 1-10 hari. Jumlah tabung elpiji yang digunakan oleh 198 peternak tersebut mencapai angka yang cukup besar, mencapai kurang lebih 9900 tabung dalam satu periode pemeliharaan ayam. Padahal, sektor peternakan termasuk dalam daftar yang dilarang menggunakan elpiji subsidi berdasarkan Surat Edaran Dirjen Migas No. B-2461/MG.05/DJM/2022.