Di Kabupaten Kediri, kesulitan mendapatkan elpiji subsidi 3 kilogram masih menjadi masalah utama bagi masyarakat. Banyak warga, termasuk para pedagang makanan, terpaksa beralih ke cara tradisional seperti menggunakan kayu bakar untuk memasak. Kondisi ini disebabkan oleh kelangkaan pasokan elpiji melon yang berkepanjangan, memaksa mereka mencari solusi alternatif demi kelangsungan usaha mereka. Pemerintah Kabupaten Kediri, melalui Dinas Perdagangan, tengah berupaya untuk menambah stok elpiji agar kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi.
Kesulitan Elpiji 3 Kg di Kediri: Solusi atau Kacau?
Hingga kemarin, masyarakat di berbagai wilayah Kabupaten Kediri masih menghadapi kesulitan dalam mendapatkan elpiji subsidi 3 kilogram. Situasi ini memaksa sebagian dari mereka untuk mencari alternatif lain, salah satunya adalah menggunakan tungku kayu bakar. Hal ini sangat dirasakan oleh para pedagang makanan yang harus memasak setiap hari untuk melayani pelanggan mereka.
Contohnya adalah Nur Salam, seorang pedagang nasi pecel di Desa Sonorejo, Kecamatan Grogol. Karena kelangkaan elpiji melon dalam beberapa hari terakhir, Nur terpaksa beralih ke kayu bakar untuk memasak makanan yang dijualnya. “Mencari elpiji susah. Jika ada ya pakai gas, tapi kalau tidak ada, saya lebih memilih menggunakan kayu bakar,” kata Nur yang sudah berusia 65 tahun.
Menurut Nur, kesulitan dalam mencari elpiji 3 kilogram sudah dirasakannya sejak dua bulan lalu. Pada kondisi normal, dia bisa menghabiskan lima belas tabung elpiji dalam seminggu, dengan pengeluaran mencapai Rp 300 ribu. Namun, dengan menggunakan kayu bakar, biaya yang dikeluarkannya meningkat hingga Rp 500 ribu per minggu. “Saya harus membeli kayu bakar dalam satu rit, yang harganya Rp 500 ribu. Dalam seminggu bisa habis satu rit,” jelasnya.
Nur juga menambahkan bahwa meskipun memasak dengan kayu bakar bisa lebih cepat, ia harus mengeluarkan usaha lebih untuk menjaga kestabilan api. “Kalau ada elpiji 3 kilogram, saya lebih memilih itu. Kalau tersedia dua-duanya, pasti saya pilih gas,” ungkapnya.
Saat ditanya mengapa tidak memilih elpiji non-subsidi, Nur menjelaskan bahwa harga elpiji lima kilogram atau 12 kilogram jauh lebih mahal. Hal ini membuatnya sulit untuk menutupi biaya usaha, apalagi jika harga jualnya tidak bisa menutupi modal. “Untuk tabung elpiji lima kilogram saja bisa mencapai Rp 300 ribu, sementara elpiji 12 kilogram sulit dicari dan harganya sangat tinggi,” tambahnya.
Situasi serupa juga dialami oleh Tri Winahyu Hartutik, seorang pengecer elpiji berusia 54 tahun yang tinggal di Dusun Sumbergambi, Desa Sonorejo, Grogol. Karena kesulitan mendapatkan elpiji, Tri memilih untuk membeli makanan siap saji di warung. “Kalau untuk nasi, saya bisa memasak dengan magic com. Untuk sayurnya, saya beli saja. Misalnya, membeli ayam geprek yang sudah termasuk nasi dengan harga sekitar Rp 5 ribu,” ujarnya.
Sampai kemarin, elpiji melon memang masih sulit ditemukan. Di pangkalan milik Malikah, seorang wanita berusia 74 tahun yang tinggal di Desa Sonorejo, Kecamatan Grogol, kiriman elpiji yang baru datang sudah habis dalam waktu dua jam. “Tujuh puluh tabung elpiji yang kami terima pagi ini langsung habis. Sekarang tinggal delapan tabung yang sudah dipesan,” kata Malikah yang sehari-hari mengenakan hijab.
Masalah kelangkaan elpiji ini tidak hanya terjadi di satu tempat, tetapi juga di beberapa daerah, terutama di wilayah barat sungai. Kepala Dinas Perdagangan Kabupaten Kediri, Tutik Purwaningsih, menjelaskan bahwa kelangkaan elpiji bukan disebabkan oleh berkurangnya pasokan, melainkan oleh peningkatan kebutuhan masyarakat di musim kemarau. Tutik mengungkapkan bahwa pihaknya sudah melakukan pemetaan dan berkoordinasi dengan Pertamina. Sebagai langkah selanjutnya, Pemkab Kediri telah mengusulkan penambahan stok elpiji untuk mengatasi masalah ini.
Kelangkaan Elpiji 3 Kg di Kabupaten Kediri: Masyarakat Beralih ke Kayu Bakar dan Solusi Pemerintah
Kelangkaan elpiji subsidi 3 kilogram di Kabupaten Kediri telah menyebabkan banyak warga, khususnya para pedagang makanan, menghadapi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan memasak sehari-hari. Sejak beberapa bulan terakhir, masyarakat mengalami kesulitan dalam menemukan elpiji melon di pasar, yang memaksa mereka mencari alternatif lain seperti kayu bakar. Hal ini berdampak langsung pada biaya operasional mereka, dengan pengeluaran yang meningkat signifikan ketika menggunakan kayu bakar dibandingkan dengan elpiji.