Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri bersama dengan PMII Kediri, GMNI Kediri, HMI Kediri, dan PPMI Kediri serta koalisi masyarakat sipil Kediri menggelar mimbar bebas ‘Darurat Demokrasi’ sebagai respons terhadap dugaan rekayasa dalam Pemilihan Presiden Republik Indonesia.
Ketua AJI Kediri, Danu Sukendro, menyoroti kemunduran demokrasi di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, sementara Ketua Umum HMI Cabang Kediri, Wahyu Agus Hariadi, menekankan perlunya netralitas pejabat dalam pemilu 2024. Bagaimana kesimpulan dari pernyataan mereka?
Darurat Demokrasi: Presiden Jokowi Dituduh Rekayasa Pemilu
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri, bersama dengan PMII Kediri, GMNI Kediri, HMI Kediri, dan PPMI Kediri serta koalisi masyarakat sipil Kediri, mengadakan mimbar bebas bertajuk ‘Darurat Demokrasi’ di Cafe Kios Domisili Sekitar, di Kelurahan Rejomulyo, Kota Kediri, pada hari Minggu (11/2/2024).
Acara ini memberikan kesempatan kepada semua peserta yang hadir untuk menyuarakan unek-unek dan kegelisahan mereka.
Sebelum pidato, kegiatan ini dimeriahkan dengan menonton bersama film Dirty Vote karya Dandy Laksono, dan diakhiri dengan menyampaikan pernyataan sikap bersama.
Ketua AJI Kediri, Danu Sukendro, menjelaskan bahwa kegiatan ini diadakan sebagai respons terhadap dugaan rekayasa dalam Pemilihan Presiden Republik Indonesia oleh Presiden Joko Widodo untuk mendukung pasangan calon Prabowo Subianto dan Gibran Rakabumi Raka.
Menurutnya, saat ini, Presiden Jokowi semakin menunjukkan ambisinya untuk mempertahankan kekuasaan dengan cara yang tidak fair, seperti melemahkan Mahkamah Konstitusi yang berujung pada politik dinasti, penyalahgunaan sumber daya negara, dan intimidasi terhadap oposisi.
Rezim Jokowi dianggap mengabaikan pentingnya Pemilu yang jujur, adil, dan berintegritas. Baginya, tidak ada demokrasi dalam pemilu yang terdapat kecacatan, serta tidak akan ada kebebasan pers jika demokrasi tersebut mati.
Danu juga menyoroti kemunduran demokrasi yang signifikan di Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, dengan mengesampingkan penghormatan terhadap hak asasi manusia demi keuntungan oligarki.
Dia menyebutkan bahwa kepemimpinan Presiden Jokowi yang anti-demokrasi tercermin dari pengesahan sejumlah undang-undang yang mengancam HAM dan melemahkan institusi demokrasi, seperti Perpres jabatan fungsional TNI, revisi UU KPK, UU Cipta Kerja, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik yang masih mengandung pasal-pasal yang berpotensi membahayakan kebebasan berekspresi dan kebebasan pers.
Analisis Darurat Demokrasi: Ancaman Rekayasa Pemilu dan Oligarki Politik
Sementara itu, Ketua Umum HMI Cabang Kediri, Wahyu Agus Hariadi, menyatakan bahwa kegiatan ini merupakan tanggapan terhadap tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh Presiden Jokowi untuk memuluskan dinastinya.
Dia menegaskan prihatin melihat perilaku para pejabat yang menunjukkan ketidaknetralannya dalam pemilu 2024. Oleh karena itu, dia menekankan perlunya para pejabat menunjukkan netralitas mereka dan tidak menggunakan kewenangan pemerintahan untuk membantu salah satu paslon dalam pemilu 2024.
Ketua DPC GMNI Kediri, Moh Abdur Roziqin, menambahkan bahwa Presiden Jokowi telah berubah dari awal mula munculnya, yang awalnya terlihat baik namun kemudian menunjukkan ambisi besar untuk mencapai tujuan pribadinya.
Menurutnya, siapapun yang mendapat kesempatan untuk berkuasa memiliki potensi besar untuk menjadi tirani. Dia juga menyoroti kasus etik Anwar Usman di Mahkamah Konstitusi sebagai contoh konkrit dari upaya penguasa untuk memuluskan jalan Gibran Rakabuming Raka menjadi Cawapres.
Roziqin menilai bahwa politisasi Bansos dan penyanderaan pihak-pihak melalui kasus hukum telah dipertontonkan secara terang-terangan demi memenangkan kandidat tertentu, yang diikuti dengan perlakuan merendahkan dari kalangan publik dan tokoh-tokoh kebudayaan yang memberikan peringatan namun dicemooh sebagai partisan.
Ketua PC PMII Kediri, Syaiful Amin, menambahkan bahwa kondisi demokrasi di Indonesia saat ini sangat buruk dan disebabkan oleh Presiden Jokowi, seperti yang dipandang oleh para pakar politik dan guru besar dari berbagai universitas.
Dia menyebutkan bahwa serangkaian produk hukum yang tidak partisipatif, keputusan Mahkamah Konstitusi yang menguntungkan anaknya, dan inkonsistensi ucapan Presiden mengenai keterlibatan aktifnya dalam Pemilu 2024 adalah bukti dari krisis ini.
Tantangan Demokrasi Indonesia: Tinjauan dari Darurat Demokrasi di Kota Kediri
Kesimpulan dari keseluruhan acara ini adalah bahwa tantangan terhadap demokrasi di Indonesia membutuhkan partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat untuk mengawasi dan menegakkan prinsip-prinsip demokrasi yang sehat.
Diperlukan keterbukaan, akuntabilitas, dan partisipasi yang inklusif agar demokrasi dapat berkembang dan bertahan di tengah tantangan-tantangan yang ada.