Uang tiga puluh juta tersebut dikatakan Suwaji saat berada di kantor kejaksaan dicairkan dua kali. Tahun 2014 kepala desa menerima uang dari bendahara desa sebesar Rp 20 juta. Dan pada satu tahun anggaran berikutnya yaitu pada tahun 2015 bendahara mencairkan lagi dan diterima oleh kepala desa sebesar Rp 10 juta.
” Pencairan dana dibuktikan dengan dua lembar kwitansi peruntukanya untuk biaya sertifikat kas desa yang ditandatangani kepala desa dan bendahara desa ,” terang Suwaji.
Yang mengejutkan masih kata Suwaji indikasi perbuatan melawan hukum yang dilakukan kades semakin gamblang saat dia bersama ketua LSM Tantuna melakukan croscek ke BPN Nganjuk guna menanyakan apakah kepala desa sudah mendaftarkan dua bidang tanah tersebut .
” Dari keterangan petugas BPN ternyata belum ada berkas pendaftaran masuk. Dengan fakta ini kita dari lembaga desa spontan mengambil langkah hukum,” terang Suwaji juga.
Untuk diketahui berkas laporan tersebut sudah diterima Kasi Intel Kejaksaan Negeri Nganjuk, Dicky Andi Firmansah,SH dan dalam waktu dekat akan dilakukan pemanggilan terhadap pelapor.
” Laporan sudah saya terima dalam waktu dekat kita akan melayangkan surat panggilan kepada para pelapor,” ujar Kasi Intel usai menemui para pelapor pada hari ini (senin,29/7).(adi)